Ketika mata ini bisa melihat yang tidak bisa dilihat orang biasa, maka yang ada hanya mimpi buruk yang berkepanjangan
itu selalu ada. Apakah ingin berusaha menghapus kemampuan itu, atau tetap mempertahankannya tanpa mengetahui apakah semua akan menjadi lebih baik atau lebih buruk
Cerita ini adalah cerita dan pengalaman yang dihasilkan dari penglihatan seorang yang bisa melihat "mereka". Mereka yang tak kasat mata, mereka yang berada di alam sebelah. Mereka yang sering disebut dengan hantu, makhluk halus atau arwah.
Diary ini bercerita tentang apa yang dilihat, dialami dan dirasakan dari seorang Indigo Interdimensional. Indigo Interdimensional adalah salah satu kemampuan Indigo dimana seseorang bisa melihat bahkan berkomunikasi dengan makhluk halus atau penghuni alam sebelah.
Andaikan malam tidak pernah berakhir, apakah mimpi buruk ini pun tidak akan pernah berakhir?

Thread ini dibuat untuk berbagi pengalaman dan cerita yang bisa dibilang… well, mungkin tidak bisa dikatakan biasa. Karena cerita dan pengalaman ini adalah cerita dan pengalaman yang dihasilkan dari penglihatan seorang yang bisa melihat “mereka”. Mereka yang tak kasat mata, mereka yang berada di alam sebelah. Mereka yang sering disebut dengan hantu, makhluk halus atau arwah.
Diary ini bercerita tentang apa yang dilihat, dialami dan dirasakan dari seorang Indigo. Istilah indigo adalah sebutan bagi mereka yang memiliki kemampuan indra keenam, dan dalam thread ini khusus hanya membahas tentang pengalaman Indigo Interdimensional, bukan indigo yang lain. Indigo Interdimensional adalah salah satu kemampuan Indigo dimana seseorang bisa melihat bahkan berkomunikasi dengan makhluk halus atau penghuni alam sebelah.
Isi thread ini sepenuhnya OOT karena di sini tidak bicara tentang pengertian atau pemahaman tertentu, tapi bicara tentang apa yang dilihat, dialami dan dirasakan. Bagi orang yang mungkin punya pemahaman atau pengertian yang berbeda dipersilahkan. Tapi yang jelas hal-hal itu tidak akan direspon, karena orang-orang Indigo adalah orang-orang yang berpikiran merdeka, karena sejak awal mereka memang berbeda. Mereka tidak suka dikontrol dan tidak suka diminta mengikuti pola yang sudah ada atau umum. Only God can judge me, begitu prinsip orang Indigo umumnya.
Thread ini tidak melulu akan berisi cerita yang bernuansa dark atau horror, karena di alam sebelahpun cerita yang sedih, lucu, bahkan mirispun ada. Alam “mereka” tidak sepenuhnya seperti cerita-cerita di film-film atau sinetron. Banyak pelajaran juga bisa diambil, dan semuanya akan berujung pada kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
Penulis tidak mengharapkan komentar yang menimbulkan perpecahan apalagi yang berbau SARA, akan tetapi jika ternyata ada juga yang berkomentar demikian, maka semoga mendapatkan hidayah dan semoga orang tersebut semakin dimulikan dan dan ditinggikan derajatnya oleh Tuhan Yang Maha Esa. Terlepas nanti ada syarat dan ketentuan berlakunya atau tidak.
Selebihnya ane cuma bisa mengucapkan, selamat menikmati. Enjoy….
PS :
Untuk memudahkan dan karena Diary ini terdiri dari beberapa part ane sediakan link nya. Dengan rendah hati ane juga tidak lupa menghimbau untuk membudayakan komeng bagi Agan & Sista. Cendol bila Agan & Sista ikhlas, rate jika berkenan, bata mohon ditiadakan
MATA INDIGO – PERCOBAAN DARI EYANG
Eyang Kakung waktu itu berusia 76 Tahun. Badannya masih sehat, walaupun tidak tegap lagi. Posturnya yang tinggi menjadi ciri khasnya. Raut mukanya tegas, meskipun tanpa cambang atau kumis di raut muka nya. Setiap pagi Eyang masih rutin melakukan jalan pagi keliling kompleks. Mulai subuh jam 5 pagi sampai jam 6. Langkahnya juga masih mantap. Ingatan nya juga masih baik. Bicaranya lancar dan sangat tertata. Eyang bekas pensiunan Kepala Bandara. Terakhir menjadi Kepala Bandara Sam Ratulangi, sebelum akhirnya menghabiskan masa pensiun nya di Y*gya.
Aku menemui Eyang saat libur panjang kelulusan SMP, sambil mempertimbangkan untuk meneruskan SMA ku di Y*gya. Kuberanikan diri untuk menceritakan apa yang selama ini sulit kuceritakan pada orang lain. Raut muka Eyang menatapku dengan serius. Agak lama Aku menunggu responnya.
“Kita tes dulu ya, kamu tunggu di sini sebentar”, Eyang lalu beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam kamarnya. Aku bisa mendengar dari luar suara lemari di buka. Tak berapa lama kemudian Eyang keluar sambil membawa sebuah cincin akik, sebilah keris dan satu pak kartu remi. Pertama Eyang membuka bungkus kartu remi. DIa mengocok kartu remi itu lalu mengambil tiga buah kartu. Tiga kartu di jejerkan di hadapanku dengan keadaan terbalik, tanpa aku bisa melihat kartu apa itu.
“Coba kamu pilih, ambil menurut kamu kartu mana dari tiga itu yang nilainya paling kecil”. Wajahku semakin bingung. Tes apa ini? Apakah ini tes untuk menjadi dewa judi? Aku malah ingat sebuah adegan di film lama bejudul God of Gambler yang diperankan Stephen Chow. Lama aku hanya terdiam dan bingung memilih.
“Kamu konsentrasi, ambil saja yang menurut kamu kecil yang mana?” Eyang sekali lagi mengingatkan. Aku menghela napas, lalu mencoba mengikuti perintahnya. Aku ambil kartu yang paling kanan. Ternyata 5 hati. Eyang membuka sisa kartu yang tertutup, ternyata King Wajik dan 10 Keriting.
“Kita coba sekali lagi ya?”, Eyang kembali meletakkan 3 buah kartu. Kali ini pilihanku masih benar. Aku ambil kartu yang tengah yang ternyata 3 Wajik, sedangkan sisanya 8 hati dan 5 sekop. Percobaan itu diulang sampai 6 kali, dan aku hanya sekali melakukan kesalahan. Eyang lalu membereskan kartu remi dan beralih ke kerisnya.
“ Kamu pegang keris ini, kamu coba gambarkan apa sosok yang muncul dalam pikiranmu”. Aku mencoba memegang keris itu. Awalnya tidak ada gambaran apa-apa. Tetapi saat berkonsentrasi aku melihat gambaran seperti kepala singa mengaum-ngaum dan menyeringai galak ke arahku. Membuatku terkejut. Hampir saja keris itu terjatuh dari gengamanku. Apa yang aku lihat aku sampaikan ke Eyang. Eyang tidak menjawab lalu beralih ke cincin akik yang tadi di bawanya.
“Sekarang cincin ini, apa yang kamu lihat?”. Aku kembali mencoba berkonsentrasi. Bayangan yang muncul adalah seperti sesosok wanita berpakaian seperti pengantin basahan dengan pundak terbuka dan mengenakan kemben, namun kepala nya bukan kepala wanita melainkan kepala kuda. Kepala kuda itu terus meringkik dan menjulur-julurkan lidahnya. Aku agak bergidik dan geli sendiri melihatnya.
“Wanita berkepala kuda”, jawabku pendek. Eyang menghela napas. Kepala nya sedikit menggeleng-geleng. Seperti antara puas dan kagum.
“Keris yang kamu pegang tadi namanya Singa Lodra. Asal kamu tahu, Eyang tidak pernah memberi tahu siapapun nama keris ini. Eyang dapatkan ini dari teman Eyang yang memiliki kemampuan daya linuwih. Katanya keris ini cocok untuk Eyang. Bisa meningkatkan wibawa dan sebagai pelindung”. Aku cuma melongo mendengarnya. Jadi maksudnya apa dan bagaimana ,aku masih belum menangkap.
Eyang melanjutkan ke cincin akik nya. Cincin itu berwanra biru tua dengan sedikit gradasi warna putih di tengahnya,” Cincin ini, ini cincin pengasihan. Namanya akik jaran goyang. Sama seperti keris tadi, Eyang tidak pernah menceritakan kepada siapapun tentang akin ini”
“Jadi maksudnya apa Eyang?”, Aku sepertinya makin penasaran dan tidak sabar. Eyang lalu tersenyum ke arahku. “Kamu sepertinya memang punya kemampuan Indra Keenam Yus”
Ucapan itu memberi sedikit kelegaan bagiku. Eyang lebih terbuka dengan kondisi yang kualami. Tidak ada penolakan yang kurasakan. Aku jadi punya sedikit harapan Eyang bisa membantu ku menghadapi keadaanku ini.
“Apakah Eyang juga punya kemampuan Indra Keenam? Apakah ini memang kemampuan turunan dari Eyang?”, tanyaku dengan nada tidak sabar.
“Tidak”, Eyang menggeleng. “Eyang tidak punya itu, Indra keenam kamu itu bukan keturunan atau pemberian dari siapa-siapa?”.
Mendengar kata-kata Eyang aku jadi kembali risau. Muncul kekhawatiran, tidak ada yang bisa menolongku terbebas dari kemampuan terkutuk ini. “Lalu ini semua dari mana? Kenapa Yus bisa jadi seperti ini Eyang?”.
Aku lihat Eyang membenarkan posisi duduknya. Punggungnya bersandar dengan tegak pada sandaran kursi. Matanya menerawang ke atas. Memandang langit yang cerah di atasnya. “Mungkin ada hubungannya dengan kejadian waktu kami lahir Yus”.
Aku menatap Eyang seakan tidak percaya. Ternyata ada sesuatu yang tidak kuketahui tentang kelahiranku.
Komentar
Posting Komentar